Translate
ASEP FAKAR, SH. : “KPU TIDAK BISA KERJA SENDIRIAN, HARUS ADA TEMAN YANG MENGAWAL”
Sosialisasi pemilu bupati dan wakil bupati yang dilaksanakan KPU Purwakarta di Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Purwakarta, Sabtu (10/11), berlangsung penuh kekerabatan namun sarat muatan dialog tajam. “Berbeda dengan sosialisasi di tempat-tempat yang sebelumnya kami kunjungi, di PWI ini kami mendapat banyak pertanyaan yang lebih spesifik seputar kegiatan penyelenggaran pemilu yang selama ini telah kami lakukan. Maklum wartawan kan ?” ujar Asep Fakar, SH. yang saat itu menjadi salah satu narasumbernya. Narasumber lainnya adalah RMA Said Widodo, AG. Selaku moderator dan notulen adalah Drs. Andries Soetadi dan Drs. Dedi Djanur dari Media Centre KPU Purwakarta. Sedangkan Oyang Binoz dari PWI Perwakilan Purwakarta sebagai pembawa acara. Acara sosialisasi dibuka langsung oleh Ketua PWI Perwakilan Purwakarta Periode 2012-2015, Taofik Ilyas.
Said Widodo yang juga Kepala Divisi Sosialisasi KPU Purwakarta, sebelum memberikan presentasinya, terlebih dahulu menjawab kepenasaran publik yang sering mempertanyakan sejauhmana kiprah KPU Purwakarta selama ini. Menurutnya banyak sekali yang telah dikerjakan dan masih harus terus diselesaikan KPU Purwakarta. Tidak hanya melaksanakan teknis penyelenggaraan, tetapi juga mengerjakan hal-hal lain yang tak kalah penting. Seperti diantaranya memelihara arsip dokumen dan anggaran, sosialisasi, dan sebagainya. “Apa sih yang dikerjakan KPU Purwakarta ? Pokoknya banyak,” ujar Said singkat.
Pada kesempatan itu, kedua nara sumber berusaha menjelaskan segala hal mengenai seluk beluk penyelenggaraan pemilukada. Said Widodo memberikan penjelasan bersifat umum. Seperti sejarah pemilu, jumlah pemilih pemilu nasional, jumlah pemiih pemilukada Purwakarta 2013, rekapitulasi daftar pemilih tetap (DPT) pemilukada Purwakarta 2013, soal KPPS yang dianggapnya merupakan ujung tombak yang luar biasa peranannya, soal Linmas yang anggarannya tidak mengacu pada anggaran KPU, paritisipasi pemilih yang diaharapkan bisa meraih jumlah diatas 72%, Tahapan – Program – Jadwal Waktu Pemilukada Purwakarta 2013, media sosialisasi, jumlah pasangan calon tetap, serta jadwal kampanye. “Harapan kami bisa meraih partisipasi pemilih hingga diatas 72%, syukur-syukur bisa 75%. Kami harap rekan-rekan pers dapat membantunya. Pemilu yang cerdas melahirkan pemimpin yang berkualitas. Hati-hati jangan salah pilih. Apalagi memilih yang salah,” ucap Said.
Kepala Divisi Hukum KPU Puwakarta, Asep Fakar, SH., menyorot penyelenggaraan pemilukada Purwakarta 2013 dari sudut pencalonan, kampanye serta masalah hukum dan perundang-undangan atau PHPU. Dalam ketiga hal tersebut menurutnya KPU tidak bisa bekerja sendirian, tapi harus ada pihak lain yang turut serta mengawalnya. “KPU tidak bisa kerja sendirian, tapi harus ada teman yang mengawalnya,” ucapnya. Seterusnya Asep mengingatkan bahwa jumlah pemilih tetap yang terdaptar pada DPT sudah tidak berubah lagi. Banyak hal mengenai etika dan normatif yang diungkapkan Asep dalam pemaparannya. Diantaranya mengenai partisipasi masyarakat yang mengharapkan para pasangan calon untuk tidak melakukan kebohongan publik.”Para pasangan calon harus turut mencerdaskan masyarakat,” ujar Asep. Hal-hal lain yang Asep jelaskan adalah mengenai persayaratan pencalonan, penetapan dan pengumuman pasangan calon , bentuk-bentuk pelaksanaan kampanye, peraturan kampanye, materi kampanye, jadwal kampanye, penyelesaian PHPU, sifat peradilan pemilukada, larangan dalam kampanye, serta dana kampanye. “Untuk pengaturan dana kampanye KPU telah menggandeng akuntan publik profesional dari Jakarta yang sudah biasa kerjasama. Sedangkan untuk advokasi, kami telah mengontak lawyer dari Bandung dan Purwakarta,” ujar Asep memungkas pemaparannya.
Menjawab pertanyaan para peserta, Asep menerangkan diantaranya bahwa tim kampanye harus didaftarkan terlebih dahulu dan harus jelas, tim kampanye tingkat kabupaten bisa mengangkat tim kampanye tingkat kecamatan, jarak pemasangan alat peraga tiap-tiap pasangan calon harus dalam radius 2 meter, donasi kampanye harus tercatat dalam Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK), serta peranan KPU dalam mengahadapi pelanggaran hanya bersifat administratif saja. “ KPU tidak memiliki wewenang melakukan penindakan terhadap pelanggaran dalam pemilu. Hanya bersifat administratif meneruskan laporan pelanggaran ke Panwaslu. Soal kampanye di website , KPU hanya akan melaporkan dan menunggu tindakan apa yang akan diambil Panwas,” kata Asep menandaskan.
Mengenai penghitungan cepat atau Quick Count hasil pemilu, menurut Said Widodo, KPU hanya akan melakukan untuk kepentingan internal saja. “Tidak untuk dipublikasikan agar tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Diadakan hanya untuk memantau perkembangan hasil pemilu dari waktu ke waktu selama 24 jam ,” ucap Said. *** KPU Purwakarta
LAMBANG PURWAKARTA
Keterangan :
- Lambang berbentuk segi lima, sesuai dengan dasar negara yaitu Pancasila yang merupakan tameng Bangsa Indonesia.
- Pelat merah bertuliskan "Wibawa Karta
Raharja", merupakan semboyan/motto Kabupaten Purwakarta. "Wibawa"
berarti berwibawa atau penuh kehormatan, "Karta" berarti ramai atau
hidup, dan "Raharja' berarti keadaan sejahtera atau makmur. Sehingga
“Wibawa Karta Raharja” dapat diartikan sebagai daerah yang
terhormat/berwibawa, ramai/hidup, serta makmur atau sejahtera.
Keterangan Warna:
- Hijau Muda, harapan bagi masa depan daerah Purwakarta untuk terus membangun suatu daerah yang adil, makmur dan sejahtera.
- Hitam, ketuhanan dan ketekunan hati.
- Kuning, keagungan/kebesaran daerah.
- Merah, tekad perjuangan bangsa yang pantang mundur, rela bermandi darah daripada menyerah.
- Segi berwarna hitam berpelat merah. Dimaksudkan bendungan serba-guna Jatiluhur, yang merupakan kebanggaan dan kemakmuran rakyat.
- Lengkung berwarna hijau gelombang putih dan biru. Dimaksudkan Situ Buleud
- Rumah berwarna merah dan kuning. Menggambarkan Gedung Kresidenan yang bersejarah, keagungan daerah Purwakarta, atapnya berbentuk gunung Tangkuban Perahu, dihubungkan dengan legenda rakyat, mengenai bendungan sungai, cerita Sangkuriang.
- Padi dan kapas. Merupakan lambang kemakmuran yang tidak bisa terpisahkan, sesuai pula dengan penghidupan rakyat Kabupaten Purwakarta yang sebagian besar hidup dari pertanian.
STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Sembilan Langkah Menuju Purwakarta Digjaya (Program Pembangunan Purwakarta 2008 - 2013)
- Pendidikan Gratis Sampai Tingkat SLTA bagi Masyarakat Miskin.
- Pembebasan Biaya Pembelian Buku Sekolah dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Baca Tulis Al Quran Bagi Siswa TK, SD, SLTP dan SLTA yang Beragama Islam.
- Pelayanan KTP, Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran Gratis Bagi Seluruh Masyarakat dengan Sistem Pelayanan di Tingkat Desa dan Kelurahan.
- Pembangunan Puskesmas Rawat Inap di Seluruh Kecamatan.
- Peningkatan Kesejahteraan Guru dan Pegawai Melalui Insentif Kehadiran, serta Peningkatan Kesejahteraan Kepala Desa, Aparatur Desa, Bamusdes, LPM, Linmas Hansip, Kadus, RW, RT, DKM, dan Guru Ngaji Melalui Otonomi Desa dan Kelurahan.
- Pengembangan dan Pelebaran Jalan Hotmix serta Listrik sampai Pelosok Perdesaan, Membuat/Mengoptimalkan Jalur Tembus Cikao Bandung-Babakancikao, Kiarapedes-Cibatu, Pasawahan-Cibatu, Pasawahan-Pondoksalam, Pasawahan-Purwakarta, Pondoksalam-Bojong, Wanayasa-Pondoksalam, Bojong-Darangdan, Campaka-Cibatu-Bungursari, Membuka Pintu Tol Sawit, serta Pelebaran Jalan Sawit-Wanayasa.
- Pengembangan Air Bersih dan Irigasi Perdesaan Secara Menyeluruh dan Mengoptimalkan Sungai Ciherang untuk Irigasi Perairan Pondoksalam-Pasawahan, Sungai Cikao untuk Irigasi Perairan Bojong-Darangdan-Jatiluhur, dan Sungai Cimunjul untuk Irigasi Perairan Purwakarta-Babakancikao. Pengembangan Irigasi Cilamaya untuk Pertanian Kiarapedes-Wanayasa-Cibatu-Campaka-Bungursari, serta Mengoptimalkan Fungsi Bendungan Cirata dan Jatiluhur untuk Pertanian Masyarakat Maniis, Plered, Tegalwaru, Sukatani, Sukasari, dan Jatiluhur dengan Pola Integrasi Kehutanan, Pengairan, Perikanan, Pertanian, Peternakan dan Pariwisata.
- Pengembangan Kawasan Terpadu Kecamatan Bungursari, Pengembangan Tata Kota dan Tata Bangunan yang Beridentitas Purwakarta, Renovasi Bangunan Tua, Pengembangan Halaman Stasion, Penyempurnaan Situ Buleud, Penataan Alun-Alun, Integrasi Bangunan Pemerintah, serta Pemberian Perlindungan yang Menyeluruh terhadap Keberadaan dan Kualitas Pedagang serta Pasar Tradisional.
- Pengembangan Investasi dengan Menyiapkan Tanah untuk Industri dengan Sistem Sewa yang Disiapkan oleh Pemerintah Daerah.
VISI DAN MISI PEMERINTAH KABUPATEN PURWAKARTA
Visi
adalah suatu cara pandang ke masa depan yang mengilhami setiap tindakan
secara emosional dan motivasi secara positif untuk mencapai kondisi
yang diinginkan di masa mendatang. Berdasarkan
kondisi masyarakat Kabupaten Purwakarta saat ini, permasalahan dan
tantangan yang dihadapi dalam 20 tahun mendatang serta dengan
memperhitungkan faktor strategis dan potensi yang dimiliki oleh
masyarakat guna mencapai terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan
mandiri, maka segenap pemangku kepentingan dan pemerintah daerah dalam
pencapaianSuper Goal Sejahtera dan Mandiri, telah menetapkan Visi Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Purwakarta Tahun 2005-2025 yaitu: “Purwakarta Cerdas, Sehat, Produktif dan Berakhlakul Karimah”
Untuk mewujudkan Visi Pembangunan Jangka Panjang tersebut maka disusun 3 Misi Pembangunan Purwakarta Tahun 2005 - 2025, yaitu :
- Meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat Purwakarta pada aspek pendidikan, kesehatan, agama, daya beli, ketersediaan infrastruktur, lingkungan hidup, ketertiban dan keamanan.
- Meningkatkan kemandirian Purwakarta pada aspek prioritas pemanfaatan sumber daya lokal, peningkatkan peran masyarakat dan tanggung jawab serta kepedulian sosial.
- Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Purwakarta pada aspek profesionalitas, akuntabilitas dan demokrasi.
Visi dan Misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Purwakarta Tahun 2008 – 2013
- Visi: Purwakarta Berkarakter
- Misi:
- Mengembangkan pembangunan berbasis religi dan kearifan lokal, yang berorientasi pada keunggulan pendidikan, kesehatan, pertanian, industri, perdagangan dan jasa.
- Mengembangkan infrastruktur wilayah yang berbasis nilai-nilai kearifan lokal dan berorientasi pada semangat perubahan kompetisi global.
- Meningkatkan keutuhan lingkungan baik hulu maupun hilir, fisik maupun sosial.
- Mengembangkan struktur pemerintahan yang efektif, yang berorientasi kepada kepuasan pelayanan publik, mengembangkan potensi kewirausahaan birokrasi yang berorientasi kemakmuran rakyat.
TUJUH BELAS PRINSIP KAHURIPAN PURWAKARTA
Pemikiran
dan Penetapan Visi, Misi Strategi Dasar Pembangunan Purwakarta Tahun
2008-2013, didasarkan atas landasan filosofis yang kemudian disebut
dengan istilah : “Tujuh Belas Prinsip Kahuripan Purwakarta”.
- Di bidang pendidikan, perlu dilakukannya penguatan nilai-nilai lokal (kearifan lokal, local value), baik yang bersifat geografis, teritorial maupun yang bersifat capacityintelectual. Hal ini sebagai bagian dari upaya optimalisasi potensi domestik, baik yang bersifat kultur, regional, lokal maupun menciptakan keunggulan personal, yang memiliki kearifan intelektual, emosional dan spiritual. Hal ini dalam perspektif falsafah Islam dinamakan al-Insan al-Kamil atau dalam theologi kesundaan dikenal dengan istilah congo nyurup kana puhu, ka luhur sirungan ka handap akaran.
- Integrasi pendidikan tingkat dasar dan tingkat pertama harus segera dilakukan dalam mendekatkan watak kecerdasan dengan orientasi pada efisiensi pengelolaan biaya pendidikan, tanpa mengabaikan kualitas output pendidikan yang dihasilkan. Hal ini sejalan dan sejalin dengan prinsip: cageur, bageur, bener, pinter, jeung singer.
- Integrasi pendidikan kejuruan dan industri dengan membangun simbiosis-mutualisme, antara dunia pendidikan dengan dunia industri, dengan meningkatkan profesionalisme pendidikan (pendidikan berbasis keahlian), mengurangi beban mata pelajaran yang tidak memiliki relevansi dengan kebutuhan yang dihadapi. Prinsip dasar yang terwujud dari sistem ini, lahir anak didik nu weruh ka semuna apal ka basana, rancingas rasana, rancage hatena.
- Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dengan mempertimbangkan beban kebutuhan masyarakat, khususnya pendidikan tingkat dasar dan pendidikan lanjutan tingkat pertama, perlu diupayakan langkah-langkah untuk tidak mengganti buku pelajaran setiap tahun, dan dibudayakan Gerakan Wakaf Buku. Orientasi dari konsepsi ini adalah terbentuknya karakter anak didik nu bisa ngajaga panon ku awasna, ngajaga ceuli ku dengena, ngajaga letah ku ucapna, ngajaga hate ku ikhlasna.
- Membangun sinergitas akademisi dan birokrasi, dalam menyusun kerangka dasar pembangunan Kabupaten Purwakarta, dari mulai perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi pembangunan, agar kualitas dan kuantitas pembangunan dapat terukur, terencana dan terarah, yang pada akhirnya dapat dicapai kondisi subur di lembur, bagja di kota.
- Di bidang ekonomi, optimalisasi potensi ekonomi kerakyatan perlu ditingkatkan, yaitu melalui ketauladanan untuk mencintai berbagai produk rakyat, baik yang sudah tersentuh oleh pemerintah maupun yang belum tersentuh oleh pemerintah, sebagai potensi unggulan daerah.
- Perlu ditingkatkannya perlindungan terhadap keutuhan lingkungan baik hulu maupun hilir,dengan menegakkan berbagai peraturan ataupun membuat peraturan baru, untuk melindungi berbagai areal yang menjadi kebutuhan publik secara luas. Seperti: perlindungan hutan, perlindungan sumber mata air, perlindungan areal persawahan, dan perlindungan daerah aliran sungai. Hal ini sebagai bagian dalam menjaga ketahanan ekonomi masyarakat dan ketahanan kesehatan masyarakat serta kehidupan sosial lainnya yang merupakan upaya penciptaan simbiosis mutualisme antara manusia dan alam lingkungannya. Dengan prinsip filosofi : Heug urang teundeun di handeuleum sieum, geusan sampeureun. Cag urang tunda di hanjuang siang, geusan alaeun.
- Penguatan basis pertanian organik, dengan mewujudkan integrasi potensi pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan pariwisata yang disebut gerakan balik ka lembur,serta membangun kekuatan lumbung pedesaan melalui penguatan jaringan ketahanan pangan desa, sebagai bagian dari menjaga ketahanan pangan masyarakat. Dengan prinsip mewujudkan tatanan ekonomi rakyat, bru di juru, bro di panto, ngalayah di tengah imah, rea ketan, rea keton, buncir leuit, loba duit. Di hareup undeureun, di tukang alaeun, di pipir petikeun, di kolong aya si jambrong, na parango aya si jago.
- Membangun kekuatan teknologi tepat guna, dengan mengembangkan sumber energi alam. Seperti: air, matahari, angin, sampah dan limbah ternak. Sehingga kebutuhan energi masyarakat dapat terlayani dengan biaya murah berdasarkan potensi yang dimiliki oleh alam dan lingkungannya. Hal tersebut guna menghindarkan kita dari situasi : kawung mabur carulukna, samak leungiteun pandana, ciamis tinggal paitna, ciherang tinggal kiruhna, resi leungiteun ajina, pandita ilang komara, kaduruk hawa napsuna, bangkong di kongkorong kujang, ka cai mawa cameti.
- Mengembangkan jaringan jalan, arsitektur rumah, penataan perkantoran serta sarana dan prasarana lainnya yang berbasis nilai-nilai kearifan lokal dan berorientasi pada semangat perubahan dan kompetisi global. Sehingga tidak kehilangan jatidiri dan orientasi masa depan sebagai masyarakat yang beradab, Karaton manjing dangiang, Galudra ajeg wiwaha, Jatayu tinemu semu, Sagara bareng jeung seah.
- Mengembangkan struktur pemerintahan yang efektif, yang berorientasi kepada kepuasan pelayanan publik dan mengembangkan potensi kewirausahaan birokrasi yang berorientasi kemakmuran rakyat. Sehingga, terbangun tatanan birokrasi landung kandungan, laer aisan, leuleus jeujeur liat tali, hade congcot, gede bacot, someah hade ka semah.
- Membangun kekuatan hukum yang memberikan perlindungan menyeluruh terhadap masyarakat dan lingkungannya yang berorientasi pada produk hukum yang cerdas terhadap perubahan dan berkembang sesuai dengan nalar dan lingkungan masyarakat dan alamnya, dengan filosofi : ciri sa bumi, cara sa desa, jawadah tutung biritna, lain tepak, sejen igel.
- Di bidang investasi, perlu dibukanya areal zona industri maupun kawasan industri yang dikuasai oleh pemerintah daerah sebagai bagian dari kemudahan investor, dan simbiosis investasi antara negara dengan pelaku usaha. Rancang bangun ini merupakan bagian dalam membangun hubungan perubahan sosialisme-kapitalisme, atau disebut dengan istilah bumi manjing ka langitna, ti langit seah hujana, lembur subur, kota bagja, masjid jeung diri ngahiji, harta geus ngawujud harti, hukum geus ngawujud adil, nyanding pamingpin ka rakyat, pandita ajeg wiwaha, ucap jeung langkah sarua, pitutur ngawangun subur, ayat ngawujud ka Adab.
- Di bidang transportasi darat dan air, perlu dioptimalkannya berbagai sarana transportasi darat dan air yang mendekatkan hubungan antar daerah. Hal tersebut didasarkan atas Filosofi Sunda : nu jauh urang deukeutkeun, geus deukeut urang layeutkeun, geus layeut urang paheutkeun, geus paheut urang silih wangikeun, dengan tujuan meningkatkan kualitas kesejahteraan rakyat yang disertai dengan perlindungan hukum terhadap aset masyarakat. Pola hubungan yang dibangun dalam konteks pembangunan sarana transportasi darat adalah pola simbiosis antar pemerintah, masyarakat dan dunia usaha sejak pembangunan sampai pemeliharaan. Dengan prinsip sareundeuk sa igel, sa bobot sa pihanean, ka cai jadi sa leuwi, ka darat jadi sa logak.
- Perlu dibangunnya sarana pelayanan pengobatan masyarakat berupa puskesmas yang memadai di seluruh kecamatan, untuk mendekatkan fungsi pelayanan pemerintah terhadap masyarakat. Pola hubungan yang dibangun adalah pola kemitraan yang terstruktur berdasarkan kualitas ekonomi rakyat untuk membangun dan mengintegrasikan hubungan timbal balik (feed-back) antara ekonomi atas, menengah dan bawah. Prinsip dasar dalam menjaga kesehatan masyarakat yaitu pait getih pahang tulang, jauh tinu balai, parek kana rejeki, ginulur karahayuan, ginanjar kawilujengan.
- Mengembalikan kewibawaan Danau Cirata dan Jatiluhur sebagai sumber kehidupan masyarakat, menjaga kualitas airnya, menjaga kualitas lingkungannya, agar Danau Cirata dan Jatiluhur terjaga dari berbagai bentuk ambisi kepentingan ekonomi, yang pada akhirnya dapat menghancurkan sistem nilai hayati dan nabati yang dimiliki oleh Danau Cirata dan Jatiluhur. Karena pada hakikatnya, Danau Cirata dan Jatiluhur merupakan cermin watak peradaban masyarakat Jawa Barat khususnya dan Indonesia pada umumnya, keanggunan gunung, kejernihan air harus senantiasa terpelihara sepanjang masa. Dengan prinsip caina herang, laukna beunang, listrikna caang, sawahna ngemplang, nu ulin senang.
- Dalam mewujudkan otonomi desa, sudah saatnya desa menjadi sentral pembangunan. Hal ini dilakukan melalui penguatan otonomi kultural dan struktural masyarakat perdesaan, serta desentralisasi pembangunan desa dan desentralisasi pengelolaan anggaran perimbangan desa, yang mencerminkan semangat keadilan, atau gemah ripah, repeh rapih, sugih mukti lemah cai, wibawa karta raharja..
PROFIL PASANGAN CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI PURWAKARTA 2013 NOMOR URUT 3
BURHAN FUAD, SE. MM - Lahir
di Purwakarta 52 tahun silam pada tanggal, 22 Mei 1960, Pria Muslim,
Pensiunan Angkatan Darat ini dikaruniai 3 orang anak dari pernikahannya
dengan Amalia Rice Sinum, kini bertempat tinggal di Jl. Suriadireja No
78 RT.050 RW. 006 Kelurahan Nagri kaler Kec. Purwakarta Kabupaten
Purwakarta. Menyelesaikan pendidikannya di SDN Purwamekar, lulus tahun
1972, SMPN 1 Purwakarta, lulus tahun 1975, SMAN 7 Bandung, lulus tahun
1979, Akademi Militer Magelang, Lulus tahun 1986, Strata 1 (SE), STIE
PMB Jakarta, lulus tahun 2004, strata 2 (MM), STIE kampus Ungu Jakarta
lulus tahun 2006. Aktif berorganisasi sebagai penasehat BKC, dari tahun
2006 s/d sekarang, Pengalaman pekerjaan sebagai Kasubag satang Babek TNI
Angkatan Darat, Jakarta, Tahun 1986 s/d 2008.
H. ONNIE SOERONO SANDI. SE -Pria Muslim yang bekerja sebagai
Pegawai Swasta pada PT. Bank Central Asia (BCA) Tbk, Purwakarta di Jl.
Jendral Sudirman Purwakarta ini, lebih dikenal dengan nama H.Onnie S.
Sandi, SE, lahir di Purwakarta, 19 Desember 1961, menikah dengan Hj.
Wulan Iskandar dan Dikaruniai 3 (tiga) orang anak. Kini bertempat
tinggal di Sadangsari Permai RT.002 RW. 004, Kelurahan Ciseureuh Kec.
Purwakarta Kabupaten Purwakarta.
Menyelesaikan
jenjang pendidikannya di SDN 2 Negeri Kidul Purwakarta, lulus tahun
1974, SMPN 1 Purwakarta, lulus tahun 1977, SMAN 1 Purwakarta, lulus
tahun 1981 dan Universitas Islam Nusantara Bandung, Lulus S1 Ekonomi
1977 th 2003. Aktif pada beberapa Organisasi, sebagai wakil Bendahara
DPD Partai Demokrat Propinsi Jawa Barat, Wakil Ketua Pemuda Pancasila
Kabupaten Purwakarta, Ketua Serikat Pekerja PT. BCA Tbk, Purwakarta,
Ketua Bidang Keuangan Serikat Pekerja komite Nasional PT. BCA, Tbk. *** sumber KPU purwakarta
PROFIL PASANGAN CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI PURWAKARTA 2013 NOMOR URUT 2
H. DEDI MULYADI, SH, pria
yang bernama lengkap H. Dedi Mulyadi, SH Kini berusia 41 tahun, di
lahirkan 12 April 1971 di Subang, bertempat tinggal di Kp. Krajan RT 006
RW 003 Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan kabupaten Purwakarta.
Menyelesaikan pendidikan di SD Sukabakati (1984) di Subang, SMP Negeri I
Kalijati (1987) di Subang, SMA Negeri Purwadadi (1990) di Subang.
Kemudian melanjutkan ke STH Purnawarman, Purwakarta (1999). H. Dedi
Mulyadi, SH, menikah dengan Hj. Anne Ratna Mustika dan di karuniai 2
(dua) orang putra bernama Ahmad Habibie Bungsu Maulana Akbar dan
Yudistira Manunggaling Rahmaning Hurip.
Pengalamannya
pernah menjadi anggota DPRD Kab Purwakarta periode 1999 s/d 2003,
pernah menjadi wakil Bupati Purwakarta periode 2003 s/d 2008, kemudian
menjadi Bupati Purwakarta periode 2008-2013. Sebelumnya aktif di
beberapa organisasi, sebagai Ketua umum HMI Purwakarta (1994), Wakil
Ketua DPC FSPSI (1997), wakil sekretaris Partai Golkar (1998), wakil
Ketua GM FKPPI (2002), Ketua PC Pemuda Muslimin Indonesia (2002),
Sekretaris KAHMI Purwakarta (2002), Ketua DPD Golkar Kabupaten
Purwakarta, Sekretaris DPD Partai Golkar Propinsi Jawa Barat (2009),
Wakil ketua Bapilu Dapil VII Purwakarta Karawang (2010), Ketua Kwarcab
Pramuka Kabupaten Purwakarta (2011) dan Ketua PDIB Kabupaten Purwakarta
(2011).***
Drs. DADAN KOSWARA, Pria
kelahiran Bandung 18 Maret 1957 ini bernama lengkap Drs. Dadan Koswara,
Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), Kini bertempat tinggal di Gang
Sukasari RT 003 RW 002 Kelurahan Tegal Munjul Kecamatan Purwakarta
Kabupaten Purwakarta. Dari Pernikahannya dengan Nenden Sukmayanti, S.Pd,
Di karuniai 4 (empat) orang anak ; Ganjar Purnama Sukmanegara, Gina Dwi
Lukasa, Gianty Dewi Permatasari dan Galih Arya Purnama. Menyelesaikan
pendidikan di SD Negeri Ciparay Bandung (1970), SMP Putra III (1973) di
Bandung, SMA Negeri 11 (1976) di Bandung , kemudian melanjutkan ke
Universitas Padjadjaran Bandung (1984).
Saat
ini menjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Purwakarta, pengalaman
pekerjaan sebelumnya pernah menjadi Ka. Bag Diparda TK 1 Jabar Wilayah
IV Purwakarta (1987 -1993), Kasubag Tata usaha Diparda Kab Purwakarta
(1993-1999), Kepala Seksi Pelayanan Kantor Catatan Sipil Kab. Purwakarta
(1999-2001), Kasubdin pelayanan pencatatan dinas kependudukan Kab.
Purwakarta (2001-2003), Kasubdin Pelayanan informasi Dinas informasi dan
komunikasi Kab. Purwakarta (2001-2003), Kabid Pertamanan Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kab. Purwakarta (2005-2007), Kabid Penagihan
dan Keberatan Dispenda Kab. Purwakarta (2007-2008), Kabag Umum Setda
Kab. Purwakarta (2008-2009), Asisten Sekda bidang Administrasi dan Umum
(2009-2010), inspektur inspektorat Kab. Purwakarta (2010-2012). Aktif
berorganisasi, sebagai Ketua KORPRI Kabupaten Purwakarta (2011-2016) dan
sebelumnya di Himpunan Mahasiswa dan Pelajar (1973-1976), dan
Himpunan Mahasiswa Universitas Padjadjaran (1978-1980) sumber KPU Purwakarta
PROFIL PASANGAN CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI PURWAKARTA 2013 NOMOR URUT 1
DRS. H. DUDUNG BACHDAR SUPARDI, MM - Pria kelahiran Subang, 18 Juli 1950 bernama lengkap Drs. H. Dudung Bachdar Supardi, MM, seorang
Pegawai Negeri Sipil (PNS), pernah mendapat penghargaan Satya Lencana
Karya Satya dari Presiden RI, berturut-turut pada tahun 1983 dan tahun
2003. Kini bersama keluarganya bertempat tinggal di Jl. Kompleks Munjul Jaya No. 34 Kelurahan Munjul Jaya Kecamatan Purwakarta Kabupaten
Purwakarta. Dari pernikahannya dengan Hj. Emmi S. Permana dikarunia 3
(tiga) orang anak : Idha Desiyanti, S. Sos., Rina Rusilawati, SH, CN.,
dan A. Arief Wibawa, MSi. Menyelesaikan pendidikan di Sekolah Rakyat
(SR) Subang Cisalak (1962), SMP Negeri 2 Subang (1965), SMA Negeri I
Subang (1968), APDN Bandung (1972), IIP Jakarta (1968), Universitas
Indonesia Esa Unggul Jakarta (2003).
Pria ini meniti karir sejak menjabat Pjs Kaur
Pemdes Setda Kebupaten Purwakarta (1972), MPP Kecamatan Plered (Maniis,
Sukatani, Tegalwaru) tahun 1973, MPP Kecamatan Purwakarta (Kematan
Babakan Cikao) tahun 1976, Camat Jatiluhur- Sukasari (1979), Pjs
Sekretaris BP7 Kabupaten Purwakarta, Camat Wanayasa – Kiarapedes (1986),
Camat Plered (Sukatani, Tegalwaru, Maniis) tahun 1990, Assisten Tata
Praja Setwilda Purwakarta (1999), Kepala Bawasda Kabupaten Purwakarta
(2003), Sekda Purwakarta (2004), Wakil Bupati Purwakarta
(2008-sekarang).
Aktif
berorganisasi sebagai Ketua KORPRI Kabupaten Purwakarta (2004-2009),
Ketua harian KONI Kabupaten Purwakarta (2004-2009), Ketua Umum Persipo
Purwakarta (2004-2009), Ketua PELTI Purwakarta (2008-sekarang),Badan
Pembina Angkatan Muda Siliwangi (AMS) Distrik Kabupaten Purwakarta,
Ketua Badan Narkotika Kabupaten Purwakarta, Dewan Pembina Pengcab
Persatuan Drum Band Indonesia (PDBI) Kabupaten Purwakarta.
H. YOGIE MOCHAMAD, SE, MM - Pria
Muslim yang dikenal sebagai Wiraswastawan ini lahir di Tasikmalaya, 30
Maret 1976. Menikah dengan Hj. Naely Mulkah Manistien Nufus dan
dikarunia 2 (dua) orang anak. Kini bertempat tinggal di Jl. RE.
Martadinata No. 45 Kabupaten Purwakarta. Menyelesaikan jenjang
pendidikannya di SDN Suryalaya I Bandung, SMPN 5 Bandung (1991), SMAN 5
Bandung (1994), Lulus S1 Fakultas Ekonomi Jurusan Akutansi dari
Universitas Trisakti Jakarta (1994), Lulus S2 dalam bidang yang sama dari Sekolah Tinggi Telkom Bandung Jurusan
Manajemen (2006) . Berpengalaman mengelola beberapa perusahaan sebagai
Direktur PT Pancaputra Marga Sejahtera/ PAPUMAS (2000-sekarang),
Managing Director PT NES (2000-sekarang), Managing Director CV Pelita
Surya (2000-sekarang)*** sumber KPU purwakarta
DI KABUPATEN PURWAKARTA DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT) 639.833 ORANG DENGAN 1.462 TPS
Disaksikan
jajaran muspida dan perwakilan PPK/PPS se-Kabupaten Purwakarta, Ketua
KPU Purwakarta Deni Ahmad Haidar di Aula KPU, Kamis (31/10) mensyahkan
penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati
Purwakarta 2013. Dari 17 kecamatan, tercatat pemilih tetap sebanyak
639.833 orang, yang tersebar di 1.462 Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Jumlah pemilih tetap tersebut bertambah 19 orang dari pencatatan Daftar
Pemilih Sementara (DPS) yang semula mencatat 639.827 orang. (red: keterangan lengkap DPT bisa dilihat di File Download pada website ini)
Pada
penutup sambutannya, Deni mempersilahkan pada semua pihak yang masih
meragukan penetapan tersebut agar mencocokannya kembali ke masing-masing
PPS di tiap-tiap kelurahan. Selepas menutup acara penetapan DPT
tersebut, berdasarkan SK. No. 35/36/37/41/42/ Kpts/KPU.Kab.011329022/X/2012, Deni langsung melaksanakan pelantikan dan pengambilan sumpah janji para anggota PPK/PPS .
Pengambilan
sumpah dan penandatanganan berita acara dihadiri lengkap oleh
masing-masing perwakilan PPK/PPS. Dari PPK Pasawahan, Tubagus Apipudin
Syarif menggantikan Budia Aprilia. Dari PPK Tegalwaru, Samid Luki
Kusaeri menggantikan Lukmanulhakim. Dari PPS Ciseureuh, Zamzam
Nuruzzaman menggantikan Zainal Mutaqin. Dari PPS Kembang Kuning, Mudiono
menggantikan Asep Saepudin. Serta dari PPS Jatimekar, Yuyun Yuningsih,
tidak tercatat menggantikan pejabat sebelumnya.. Saat mengawali
pengambilan sumpah, Deni menekankan bahwa pengambilan sumpah memiliki
tanggungjawab penuh terhadap bangsa dan Negara berdasarkan UUD’45 dan
Pancasila. “Tidak hanya disaksikan oleh semua yang hadir saat ini, tapi
juga oleh Tuhan yang maha Kuasa,” ujar Deni menegaskan.*** sumber KPU Purwakarta
GEMA PURWAKARTA
(Lagu/Syair: Ayi C. /Aim H.)
Diantara Bandung Jakarta
Sejalur hati terpadu karya
Hijau kemilau gugusan tak bertepi
Dibalik kebeningan pengabdian
Terbentanglah Danau Juanda
Danau termasyhur di Jatiluhur
Serangkai wajah memandang Cirata
Warisan leluhur alam wisata
Purwakarta
kota cantik yang ceria
Teraman dan sehat
daerah bersih slalu hidup nyaman
Situ Buleud penuh wibawa
Membuat bangga kita semua
Wujud Wibawa Karta Raharja
Jayanya Purwakarta ‘tuk negara (2x)
MASKOT PILBUP PURWAKARTA
Kenapa
“buah manggis” yang dipilih sebagai maskot Pilbup Kabupaten Purwakarta
2008? Pasti pertanyaan ini akan menghinggapi benak para pembaca. Menurut
penggagasnya yang juga anggota KPU Kab. Purwakarta, Darius
Hutagalung,S.H, maskot ini muncul setelah dirinya mendapat inspirasi
dari penelitian bahwa manggis merupakan salah satu komoditas unggulan
yang dihasilkan oleh Kab Purwakarta terutama Kecamatan Wanayasa dan
Bojong selama 5 tahun terakhir. Komoditas ini, menurutnya, tidak hanya
dipasarkan di dalam negeri tetapi juga sudah diekspor ke luar negeri
seperti Timur Tengah. Kenyataan tersebut dipertegas dengan adanya
artikel sebuah majalah yang mengungkapkan bahwa Manggis Sawit yang
dihasilkan oleh Kab Purwakarta merupakan manggis yang kualitasnya paling
bagus di seluruh Indonesia sehingga terkenal sampai ke luar negeri.
Selain alasan diatas, lulusan Universitas Parahyangan Bandung ini
mengemukakan, manggis mempunyai filosofi positif yang mencerminkan jiwa
yang bijak. “Ada tiga filosofi yang terkandung dalam manggis. Pertama,
bentuknya yang bulat semoga dapat menggambarkan kebulatan tekad dan
hati semua warga Purwakarta untuk berpartisipasi mensukseskan Pilbup
ini. Kedua, jumlah cupat yang dimiliki oleh kulit luarnya tidak selalu
sama dengan jumlah buahnya, hal ini menunjukan pengharapan bahwa Pilbup
Purwakarta berbeda dengan pemilu daerah lain yang pernah digelar dalam
artian lebih demokrasi dan bersih. Ketiga, buahnya yang putih bersih dan
manis menunjukan pengharapan bahwa kelak pemimpin yang dihasilkan oleh
pilbup ini menpunyai sifat yang putih dan bersih dari segala kecurangan,
termasuk para penyelenggara pilbup ini,” Ungkap pria kelahiran Deli
Serdang ini.
Atas
dasar itulah, sekitar satu tahun yang lalu, Darius Hutagalung
mengusulkan kepada Ibu Nurlaila Mukaromah yang menjabat sebagai Ketua
Divisi Sosialisasi Pilbup KPU Kab. Purwakarta untuk menggunakan manggis
sebagai maskot pilbup. Usulan ini mendapat sambutan yang positif dari
Ibu Nurlaila dan anggota KPU Kab. Purwakarta yang lainnya. Pada bulan
Maret 2007, KPU Kab.Purwakarta menggelar rapat pleno yang hasilnya
menyepakati manggis sebagai maskot Pilbup Purwakarta 2008. Keputusan
ini kemudian dituangkan dalam bentuk nyata berupa gambar 3 dimensi
berupa animasi dan disosialisasikan dihadapan anggota DPRD Kab
Purwakarta oleh Ibu Nurlaila pada bulan Juni 2007. Sosialisasi
ini berbuah manis, para anggota dewan pun langsung menyepakati manggis
sebagai maskot Pilbup Purwakarta 2008. Maka lahirlah manggis sebagai
maskot Pilbup Purwakarta 2008. Darius Hutagalung berharap dengan adanya
maskot Pilbup berupa manggis, politik yang selama ini hanya menjadi
konsumsi orang dewasa dapat juga dinikmati oleh anak2 sebagai
pembelajaran politik usia dini. Hal ini dimaksudkan agar ketika anak2
tersebut dewasa dan menjadi pemilih,maka dapat memahami politik secara
lebih baik. Selain itu, ia berharap maskot ini dapat menenangkan suasana
politik yang biasanya panas dan tegang menjadi damai dan santai serta
dapat menjangkau semua lapisan masyarakat. sumber KPU Kab. Purwakarta
SEJARAH PURWAKARTA
Kronologis Sejarah.
SUMBER :
http://www.purwakartakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=55:sejarah-purwakarta&catid=54:sejarah-purwakarta&Itemid=95
Sebelum Masa Penjajahan
Tata Pemerintahan Daerah Pada Masa Sebelum Penjajahan Belanda
Keberadaan Purwakarta
tidak terlepas dari sejarah perjuangan melawan pasukan VOC. Sekitar awal
abad ke-17 Sultan Mataram mengirimkan pasukan tentara yang dipimpin
oleh Bupati Surabaya ke Jawa Barat. Salah satu tujuannya adalah untuk
menundukkan Sultan Banten. Tetapi dalam perjalanannya bentrok dengan
pasukan VOC sehingga terpaksa mengundurkan diri.
Setelah itu dikirimkan
kembali ekspedisi kedua dari Pasukan Mataram di bawah pimpinan Dipati
Ukur serta mengalami nasib yang sama pula. Untuk menghambat perluasan
wilayah kekuasaan kompeni (VOC), Sultan Mataram mengutus Penembahan
Galuh (Ciamis) bernama R.A.A. Wirasuta yang bergelar Adipati Panatayuda
atau Adipati Kertabumi III untuk menduduki Rangkas Sumedang (Sebelah
Timur Citarum). Selain itu juga mendirikan benteng pertahanan di
Tanjungpura, Adiarsa, Parakansapi dan Kuta Tandingan. Setelah mendirikan
benteng tersebut Adipati Kertabumi III kemudian kembali ke Galuh dan
wafat. Nama Rangkas Sumedang itu sendiri berubah menjadi Karawang karena
kondisi daerahnya berawa-rawa (Sunda: “Karawaan”).
Sultan Agung Mataram
kemudian mengangkat putera Adipati Kertabumi III, yakni Adipati
Kertabumi IV menjadi Dalem (Bupati) di Karawang, pada Tahun 1656.
Adipati Kertabumi IV ini juga dikenal sebagai Panembahan Singaperbangsa
atau Eyang Manggung, dengan ibu kota di Udug-udug.
Pada masa pemerintahan
R. Anom Wirasuta putera Panembahan Singaperbangsa yang bergelar R.A.A.
Panatayuda I antara Tahun 1679 dan 1721 ibu kota Karawang dari Udug-udug
pindah ke Karawang, dengan daerah kekuasaan meliputi wilayah antara
Cihoe (Cibarusah) dan Cipunagara. Pemerintahan Kabupaten Karawang
berakhir sekitar tahun 1811-1816 sebagai akibat dari peralihan
penguasaan Hindia-Belanda dari Pemerintahan Belanda kepada Pemerintahan
Inggris.
· Masa Penjajahan
Tata Pemerintahan Daerah Pada Masa Penjajahan Belanda
Antara tahun 1819-1826
Pemerintahan Belanda melepaskan diri dari Pemerintahan Inggris yang
ditandai dengan upaya pengembalian kewenangan dari para Bupati kepada
Gubernur Jendral Van der Capellen. Dengan demikian Kabupaten Karawang
dihidupkan kembali sekitar tahun 1820, meliputi wilayah tanah yang
terletak di sebelah Timur kali Citarum/Cibeet dan sebelah Barat kali
Cipunagara. Dalam hal ini kecuali Onder Distrik Gandasoli, sekarang
Kecamatan Plered pada waktu itu termasuk Kabupaten Bandung. Sebagai
Bupati I Kabupaten Karawang yang dihidupkan kembali diangkat R.A.A.
Surianata dari Bogor dengan gelar Dalem Santri yang kemudian memilih ibu
kota Kabupaten di Wanayasa.
Pada masa pemerintahan
Bupati R.A. Suriawinata atau Dalem Sholawat, pada tahun 1830 ibu kota
dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih, yang kemudian diberi nama
“PURWAKARTA” yang artinya Purwa: permulaan, karta: ramai/hidup.
Diresmikan berdasarkan besluit (surat keputusan) pemerintah kolonial
(Gubernur Jendral Hindia Belanda) tanggal 20 Juli 1831 nomor 2.
Akan tetapi, nama
Sindangkasih tetap digunakan, yaitu sebagai nama distrik di wilayah
ibukota kabupaten (sekarang menjadi nama kelurahan). Keputusan tentang
pemberian nama Purwakarta untuk ibukota baru Kabupaten Karawang itu
diumumkan dalam surat kabar pemerintah, Javasche Courant nomor 97 yang
terbit Selasa tanggal 16 Agustus 1831 sebagai berikut: “Door den
Gouverneur General in Rade, is bepaald dat de hoofdplaats de
Assistant-residentie Krawang, voortan den naam Poerwakarta” (“Gubernur
Jenderal telah menetapkan, bahwa sejak waktu itu ibu kota
Afdeling/Kabupaten Karawang bernama Purwakarta”).
Surat keputusan tersebut
adalah sumber akurat dan primer serta mengandung makna yuridis formal.
Oleh karena itu, tanggal 20 Juli 1831 merupakan fakta sejarah tentang
berdirinya kota/tempat bernama Purwakarta. Momentum inilah yang kemudian
menjadi dasar dari Hari Jadi Purwakarta yang diperingati tiap tahun.
Mengapa ibukota baru itu
diberi nama Purwakarta? Mengenai asal-usul dan arti nama Purwakarta pun
terdapat beberapa versi. Versi umum menyatakan nama itu berasal dari
kata purwa dan karta dalam bahasa Sansakerta. Purwa berarti yang
pertama, karta berarti aman tentram dan tertib atau ramai. Akan tetapi
penjelasan mengenai arti kedua kata itu berbeda antara satu versi dengan
versi lain. Ada versi yang menghubungkan arti Purwakarta dengan perang
Cina Makao. Versi lain menghubungkan kata itu dengan nama Purbasari,
salah seorang penasehat/kepercayaan Bupati R.A. Suriawinata yang besar
peranannya dalam mencari tempat untuk ibukota baru Kabupaten Karawang.
Menurut versi itu, kata purwa berasal dari kata purba, nama bagian depan
dari Purbasari. Versi mana yang paling mendekati kebenaran, memerlukan
penelitian secara khusus.
Sejak itu dimulailah
pembangunan terutama dibidang fisik infrastruktur, antara lain dengan
pengurugan rawa-rawa untuk pembuatan Situ Buleud, Pembuatan Gedung
Keresidenan, Pendopo, Mesjid Agung, Tangsi Tentara di Ceplak, termasuk
membuat Solokan Gede, Sawah Lega dan Situ Kamojing. Pembangunan terus
berlanjut sampai pemerintahan Bupati berikutnya.
· Pasca Kemerdekaan
Pembagian Wilayah Pemerintahan Dari Tahun 1945-1999
Kabupaten Karawang
dengan ibu kotanya di Purwakarta berjalan sampai dengan tahun 1949. Pada
tanggal 29 Januari 1949 dengan Surat Keputusan Wali Negeri Pasundan
Nomor 12, Kabuapten Karawang dipecah dua yakni Karawang Bagian Timur
menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di Subang dan Karawang
Bagian Barat menjadi Kabupaten Karawang. Berdasarkan Undang-undang nomor
14 tahun 1950, tentang pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan
Propinsi Jawa Barat, selanjutnya diatur penetapan Kabupaten Purwakarta,
dengan ibu kota Purwakarta, yang meliputi Kewedanaan Subang,
Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta.
Pada tahun 1968,
berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten
Purwakarta dan Kabupaten Subang SK Wali Negeri Pasundan dirubah dan
ditetapkan Pembentukan Kabupaten Purwakarta dengan Wilayah Kewedanaan
Purwakarta di tambah dengan masing-masing dua desa dari Kabupaten
Karawang dan Cianjur. Sehingga pada tahun 1968 Kabuapten Purwakarta
hanya memiliki 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Purwakarta, Plered, Wanayasa
dan Campaka dengan jumlah desa sebanyak 70 desa. Untuk selanjutnya
dilaksanakan penataan wilayah desa, kelurahan, pembentukan kemantren dan
peningkatan status kemantren menjadi kecamatan yang mandiri. Maka saat
itu Kabupaten Purwakarta memiliki wilayah: 183 desa, 9 kelurahan, 8
kamantren dan 11 kecamatan.
Berdasarkan perkembangan
Kabupaten Purwakarta, pada tahun 1989 telah dikeluarkan Surat Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor: 821.26-672 tanggal 29 Agustus 1989 tentang
lahirnya lembaga baru yang bernama Wilayah Kerja Pembantu Bupati
Purwakarta Wilayah Purwakarta yang meliputi Wilayah Kecamatan
Purwakarta, Kecamatan Jatiluhur, Kecamatan Campaka, Perwakilan Kecamatan
Cibungur yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di
Purwakarta. Sedangkan wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Plered
meliputi wilayah Kecamatan Plered, Kecamatan Darangdan, Kecamatan
Tegalwaru, Kecamatan Maniis, Kecamatan Sukatani yang pusat kedudukan
Pembantu Bupati Purwakarta berada di Plered. Wilayah kerja Pembantu
Bupati Wilayah Wanayasa yang meliputi Kecamatan Wanayasa, Kecamatan
Pasawahan, Kecamatan Bojong, Perwakilan Kecamatan Kiarapedes, Perwakilan
Kecamatan Margasari, dan Perwakilan Kecamatan Parakansalam yang pusat
kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Wanayasa berada di Wanayasa
yang telah diresmikan pada tangga 31 Januari 1990 oleh Wakil Gubernur
Jawa Barat.
Setelah diberlakukannya
UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta dimulainya
pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Purwakarta tepatnya pada tanggal
1 Januari 2001. Serta melalui Peraturan Daerah No. 22 tahun 2001, telah
terjadi restrukturisasi organisasi pemerintahan di Kabupaten
Purwakarta. Jumlah Dinas menjadi 18 Dinas, 3 Badan dan 3 Kantor serta
Kecamatan berjumlah 17 buah, Kelurahan 9 buah dan desa 183 buah.
Riwayat Para Pelaku
I. Para Bupati Karawang yang berkedudukan di Karawang
1. Tahun 1633-1679
Penembahan
Singaperbangsa/Adipati Kertabumi IV/Eyang Manggung, berkedudukan di
Udug-udug sebagai Bupati Pertama yang merintis pendirian kota Kerawang
2. Tahun 1679-1721
R. Anom Wirasuta/RAA Panatayuda I, yang memindahkan ibukota ke Karawang. (Bupati II)
3. Tahun 1721-1732
Rd. Jayanagara/RA Panatayuda II (Bupati III), kemudian dikenal sebagai “Panembahan Waru Tengah’
4. Tahun 1732-1752
R. Singanagara/RA Panatayuda III (Bupati IV) alis Raden Martanegara, dikenal dengan julukan “Panembahan Waru Ilir’.
5. Tahun 1752-1786
R. Moh Soleh alias Raden
Muhammad Zainal Abidin/RA Panatayuda IV (Bupati V), dikenal dengan
julukan “dalem Balon” atau ‘ dalem Sorambi”.
6. Tahun 1786-1809
RAA Singasari Panatayuda (Bupati VI), dikenal dengan julukan “Panembahan Singasari” dan “Kiyai Sepuh”.
7. Tahun 1811- 1813
RA Suriadilaga (Bupati VII), dikenal dengan nama “dalem talun”.
8. Tahun 1813-1820
RA Sastradipura (Bupati VIII)
II. Para Bupati Karawang yang berkedudukan di Purwakarta
Periode Wanayasa
9. Tahun 1821-1828
RA Surianata/Dalem
Santri, yang menetapkan ibukota di Wanayasa, selanjutnya wafat dan
dimakamkan di tengah Situ Wanayasa (Bupati IX/I)
10. Tahun 1829-1830
RA Suriawinata atau
Dalem Sholawat yang memindahkan ibukota dari Wanayasa ke Sindangkasih
dan selanjutnya memberi nama Purwakarta (Bupati X/II).
Periode Purwakarta
10. Tahun 1830-1849
RA Suriawinata atau Dalem Sholawat. Ia adalah perintis pembangunan kota Purwakarta.
11. Tahun 1849-1854
R. Sastranegara/R. Moch. Enoch (Bupati XI/III). Dimakamkan di belakang mesjid Agung Purwakarta
12. Tahun 1854-1863
RAA Sastradiningrat I/Uyang Ayim yang membangun pendopo kabupaten, Mesjid Agung dan Situ Buleud (Bupati XII/IV)
13. Tahun 1863-1886
RAA Sastradiningrat II (Bupati XIII/V), dijuluki sebagai “Dalem Bintang”.
14. Tahun 1886-1911
R. Suriakusumah/RAA Sastradiningrat III (Bupati XIV/VI)
15. Tahun 1911-1925
RA Gandanegara, Bupati
terakhir keturunan Singaperbangsa (Bupati XV/VII). Ia adalah bupati
terakhir keturunan Singaperbangsa. Ia dimakamkan di belakang Mesjid
Agung Purwakarta.
16. Tahun 1925-1942
Suriamiharja/Adipati Sangsakuning, Bupati terakhir sebelum pendudukan Jepang (Bupati XVI/VIII)
17. Tahun 1942-1945
R. Pandasuriadiningrat/Konco Bupati XVII/IX, saat pendudukan Jepang
III. Para Bupati Purwakarta yang berkedudukan di Subang
18. Tahun 1945-1948
R. Juarsa, Bupati Karawang XVIII/X dan kemudian mengungsikan ibukota ke Subang.
19 Tahun 1947-1948
Danta Ganda Wikrama (Bupati RI Pemerintahan Darurat Karawang Timur)
20. Tahun 1948-1949
R. Ateng Supraja (Bupati Recomba, membawahi wilayah eks-Karawang Timur)
21. Tahun 1948-1950
R. Sunarya Ronggowaluyo, Bupati RI
22. Tahun 1949-1950
RM. Hasan Suria Sacakusuma, Bupati Recomba II (Bupati masa Negara Pasundan/RIS)
Daftar Bupati Kabupaten Purwakarta (Periode Subang)
1. Tahun 1950-1958
RPS. Hadipranata, Bupati
Kab. Purwakarta I berdasarkan UU No. 14 tahun 1950, sementara
berkedudukan di Subang (Bupati Purwakarta I)
2. Tahun 1958-1959
M. Tanu Gandawidijaja, Pejabat Bupati (Bupati II). Ia adalah bupati dalam arti kepala daerah, dipilih oleh DPRD
3. Tahun 1959-1966
Tb. Mochamad Hasan Sutawinangun (Bupati III)
4. Tahun 1966-1968
Letkol. RHA Samsudin, Bupati Purwakarta IV, selanjutnya menjadi Bupati Subang I.
IV. Para Bupati Kabupaten Purwakarta yang berkedudukan di Purwakarta
1. Tahun 1968-1969
RH. Sunaryo.
Ronggowaluyo, Pejabat Bupati (Bupati V/I). Pelantikannya bersamaan
dengan peresmian pembentukan Kabupaten Purwakarta baru, ibukota
Purwakarta
2. Tahun 1969-1979
Kol. Inf. RA. Muchtar (Bupati VI/I)
3. Tahun 1979-1980
Kol. Inf. RHA. Abubakar, Pejabat Bupati merangkap Residen Wilayah IV (Bupati VII/III)
4. Tahun 1980-1982
Letkol. AU. Drs. Mukdas Dasuki (Bupati VIII/IV)
5. Tahun 1982-1983
Kol.Inf. (Purn) RHA
Abubakar ditunjuk kembali sebagai Pejabat Bupati merangkap Pembantu
Gubernur Wilayah IV/Ka. Itwil Propinsi (Bupati IX/V)
6. Tahun 1983-1988
Drs. H. Soedarna TM,
S.H. sebagai Bupati Purwakarta yang berkedudukan di Purwakarta. Bupati
VI atau Bupati Kabupaten Purwakarta X sejak Kabupaten Purwakarta masih
berkedudukan di Subang.
7. Tahun 1988-1993
Drs. H. Soedarna TM, S.H sebagai Bupati Purwakarta VII yang kedua kalinya.
8. Tahun 1993-2003
Drs. H. Bunyamin Dudih, S.H, menjabat sebagai Bupati Purwakarta VIII. (dua kali masa jabatan/dua periode)
9. Tahun 2003-2007
Drs. H. Lily Hambali
Hasan, M.Si. Menjabat sebagai Bupati Purwakarta IX. (Untuk pertama
kalinya, mempunyai Wakil Bupati, yaitu H. Dedi Mulyadi, SH)
9. Tahun 2007-Sekarang
H. Dedi Mulyadi, SH. Menjabat sebagai Bupati Purwakarta X. Wakil Bupati, Drs. H. Dudung B. Supardi,MM
http://www.purwakartakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=55:sejarah-purwakarta&catid=54:sejarah-purwakarta&Itemid=95
KERAJINAN KERAMIK PLERED HADAPI KENDALA MANAJEMEN
Jika ke Bandung atau sebaliknya ke
Jakarta melewati Cikampek, mampirlah ke Plered, Purwakarta, Jawa Barat
Di sini banyak dijumpai keramik yang unik dan pantas untuk dibawa pulang
sebagai oleh-oleh. Bentuknya beraneka ragam dan relatif murah.
http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/usaha/2004/0717/ukm1.html
Di sepanjang jalan tampak berjejer
pajangan keramik yang menarik perhatian. Berbagai bentuk gerabah, mulai
dari perabotan rumah tangga hingga mainan anak-anak bisa menjadi suvenir
yang menarik. Keramik Plered, begitulah orang menyebutnya. Padahal,
pengertiannya sebetulnya adalah gerabah. Perbedaan gerabah dengan
keramik adalah dari bahan yang dipakai dan hasil akhir.
Keramik memerlukan bahan campuran selain tanah merah dan memerlukan teknik pembakaran tinggi. Sedang gerabah adalah tanah merah yang dibakar dengan teknik pembakaran ala membuat bata atau genteng merah yang sederhana. Sifat materinya mudah pecah dan menyerap air (pourus).
Sementara, keramik keras dan tidak menyerap air.
Sentra industri keramik Plered berada di wilayah selatan Kabupaten Purwakarta. Plered merupakan satu kecamatan yang memiliki luas wilayah 36,79 km persegi dengan jumlah penduduk 54,337 jiwa. Sentra industri kecil ini terletak di Desa Anjun, Citeko, dan Desa Pamoyanan.
Kiat apa yang membuat mereka ini masih bisa bertahan di tengah situasi seperti ini? Dari sejumlah perajin yang sempat ditemui beberapa waktu lalu, terungkap mereka bisa bertahan karena tak memiliki ketergantungan pada bahan baku impor. Selain itu, karena minat masyarakat terhadap komoditas keramik masih tetap besar.
Keramik yang terbuat tanah liat ini dapat dibentuk beraneka ragam. Ada yang berbentuk celengan, perkakas dapur maupun aksesori untuk rumah dan lainnya. Guci-guci mirip buatan Cina banyak dijumpai di Plered. Peminatnya pun datang dari berbagai lapisan masyarakat, mulai kelas bawah hingga orang kelas menengah atas.
Sementara itu, Bupati Purwakarta, Lily Hambali Hasan dalam penjelasannya sebelum melantik pengurus Dekranasda Purwakarta, kepada pers beberapa waktu lalu, menjelaskan jumlah industri kecil yang ada di daerahnya saat ini mencapai 3.218 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 28.524 orang dan nilai investasinya mencapai Rp 17,8 miliar.
Menurut Lily, salah satu sentra industri unggulan di daerahnya adalah di Kecamatan Plered. Di sinilah kerajinan keramik mampu menyerap tenaga kerja yang banyak dan produk-produknya telah diekspor ke beberapa negara. Antara lain Korea, Jepang, Singapura, Italia, Amerika, dan Australia.
Keramik memerlukan bahan campuran selain tanah merah dan memerlukan teknik pembakaran tinggi. Sedang gerabah adalah tanah merah yang dibakar dengan teknik pembakaran ala membuat bata atau genteng merah yang sederhana. Sifat materinya mudah pecah dan menyerap air (pourus).
Sementara, keramik keras dan tidak menyerap air.
Sentra industri keramik Plered berada di wilayah selatan Kabupaten Purwakarta. Plered merupakan satu kecamatan yang memiliki luas wilayah 36,79 km persegi dengan jumlah penduduk 54,337 jiwa. Sentra industri kecil ini terletak di Desa Anjun, Citeko, dan Desa Pamoyanan.
Kiat apa yang membuat mereka ini masih bisa bertahan di tengah situasi seperti ini? Dari sejumlah perajin yang sempat ditemui beberapa waktu lalu, terungkap mereka bisa bertahan karena tak memiliki ketergantungan pada bahan baku impor. Selain itu, karena minat masyarakat terhadap komoditas keramik masih tetap besar.
Keramik yang terbuat tanah liat ini dapat dibentuk beraneka ragam. Ada yang berbentuk celengan, perkakas dapur maupun aksesori untuk rumah dan lainnya. Guci-guci mirip buatan Cina banyak dijumpai di Plered. Peminatnya pun datang dari berbagai lapisan masyarakat, mulai kelas bawah hingga orang kelas menengah atas.
Sementara itu, Bupati Purwakarta, Lily Hambali Hasan dalam penjelasannya sebelum melantik pengurus Dekranasda Purwakarta, kepada pers beberapa waktu lalu, menjelaskan jumlah industri kecil yang ada di daerahnya saat ini mencapai 3.218 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 28.524 orang dan nilai investasinya mencapai Rp 17,8 miliar.
Menurut Lily, salah satu sentra industri unggulan di daerahnya adalah di Kecamatan Plered. Di sinilah kerajinan keramik mampu menyerap tenaga kerja yang banyak dan produk-produknya telah diekspor ke beberapa negara. Antara lain Korea, Jepang, Singapura, Italia, Amerika, dan Australia.
Turun Temurun
Pembuatan keramik Plered memang sudah berlangsung turun temurun dan diperkirakan dimulai sejak tahun 1904. Awalnya, masyarakat sekitar membuat keramik dari tanah liat merah dan termasuk gerabah ini untuk memenuhi perkakas rumah tangga. Tapi, pada perkembangannya kerajinan tersebut mampu menjadi sumber pendapatan tersendiri bagi masyarakat sekitar.
Keterampilan membuat keramik tak jelimet. Kecuali untuk membuat keramik kualitas tinggi, memang diperlukan keahlian dalam bidang seni. Tapi kebanyakan perajin keramik di Plered, belajar mengenai seni keramik berdasarkan pengalaman saja dan tidak melalui jenjang pendidikan formal. Namun, hasil produksi kerajinan keramik Plered telah diterima pasar mancanegara. ”Banyak keramik dari kami yang dibeli turis asing atau dijual ke luar negeri,” ungkap H. Sarpin, salah seorang perajin.
Setelah semakin berkembangnya teknologi dan informasi terjadi perubahan kebiasaan para perajin. Dulu umumnya perajin membuat keramik dari bahan baku tanah liat biasa. Sekarang, sebagian perajin yang memakai bahan baku tanah liat warna putih. Menurut mereka, ada kelebihan dan kekurangannya memakai bahan tanah liat putih yang telah dicampur dengan kaolin, pospat, dan kuarsa.
Menurut Mulyana, perajin lainnya, bahan baku tanah liat warna putih itu tidak terdapat di Purwakarta, tapi didatangkan dari Sukabumi. Keuntungannya, bahan dapat dicorkan ke dalam cetakan dengan motif beragam. Sedangkan bahan tanah liat biasa tidak bisa dicorkan ke dalam suatu cetakan. Hanya bisa diputar (dileler) untuk dibentuk suatu model.
Dari perbincangan, para perajin berharap via pemerintah daerah membantu mengatasi lemahnya manajemen para perajin keramik di Plered. Selain itu, masalah permodalan juga menjadi kendala untuk mengembangkan usahanya. Namun, masalah permodalan tidak terlalu menjadi hambatan karena umumnya para pembeli yang memesan partai besar, selalu memberikan modal awal kepada para perajin.
Di Plered, para perajinnya terbagi dua, yaitu yang berorientasi ekspor dan domestik. Namun, karena terjadi penurunan order dari luar, perajin yang berorientasi ekspor mulai merambah ke pasaran domestik sehingga semakin ketat persaingan di antara mereka.
Upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah dalam membantu para perajin keramik, telah dilakukan dengan berbagai cara. Maklum Plered sudah menjadi aset daerah dan tujuan wisata.
Dalam menciptakan berbagai motif atau model baru, Pemda Purwakarta melalui Deperindag telah membuat pusat penelitian dan pengembangan (Litbang) Keramik yang secara rutin mendatangkan ahli-ahli desain dari ITB, guna memberikan bimbingan. Menurut informasi dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Purwakarta, dari ratusan perajin keramik hanya 40 perajin yang masuk menjadi anggota koperasi dengan nama “Sanggar Sentra Keramik”. Koperasi ini secara kontinyu mendapatkan order dari pusat perbelanjaan Sogo dan beberapa buyer dari luar negeri.
SUMBER :Pembuatan keramik Plered memang sudah berlangsung turun temurun dan diperkirakan dimulai sejak tahun 1904. Awalnya, masyarakat sekitar membuat keramik dari tanah liat merah dan termasuk gerabah ini untuk memenuhi perkakas rumah tangga. Tapi, pada perkembangannya kerajinan tersebut mampu menjadi sumber pendapatan tersendiri bagi masyarakat sekitar.
Keterampilan membuat keramik tak jelimet. Kecuali untuk membuat keramik kualitas tinggi, memang diperlukan keahlian dalam bidang seni. Tapi kebanyakan perajin keramik di Plered, belajar mengenai seni keramik berdasarkan pengalaman saja dan tidak melalui jenjang pendidikan formal. Namun, hasil produksi kerajinan keramik Plered telah diterima pasar mancanegara. ”Banyak keramik dari kami yang dibeli turis asing atau dijual ke luar negeri,” ungkap H. Sarpin, salah seorang perajin.
Setelah semakin berkembangnya teknologi dan informasi terjadi perubahan kebiasaan para perajin. Dulu umumnya perajin membuat keramik dari bahan baku tanah liat biasa. Sekarang, sebagian perajin yang memakai bahan baku tanah liat warna putih. Menurut mereka, ada kelebihan dan kekurangannya memakai bahan tanah liat putih yang telah dicampur dengan kaolin, pospat, dan kuarsa.
Menurut Mulyana, perajin lainnya, bahan baku tanah liat warna putih itu tidak terdapat di Purwakarta, tapi didatangkan dari Sukabumi. Keuntungannya, bahan dapat dicorkan ke dalam cetakan dengan motif beragam. Sedangkan bahan tanah liat biasa tidak bisa dicorkan ke dalam suatu cetakan. Hanya bisa diputar (dileler) untuk dibentuk suatu model.
Dari perbincangan, para perajin berharap via pemerintah daerah membantu mengatasi lemahnya manajemen para perajin keramik di Plered. Selain itu, masalah permodalan juga menjadi kendala untuk mengembangkan usahanya. Namun, masalah permodalan tidak terlalu menjadi hambatan karena umumnya para pembeli yang memesan partai besar, selalu memberikan modal awal kepada para perajin.
Di Plered, para perajinnya terbagi dua, yaitu yang berorientasi ekspor dan domestik. Namun, karena terjadi penurunan order dari luar, perajin yang berorientasi ekspor mulai merambah ke pasaran domestik sehingga semakin ketat persaingan di antara mereka.
Upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah dalam membantu para perajin keramik, telah dilakukan dengan berbagai cara. Maklum Plered sudah menjadi aset daerah dan tujuan wisata.
Dalam menciptakan berbagai motif atau model baru, Pemda Purwakarta melalui Deperindag telah membuat pusat penelitian dan pengembangan (Litbang) Keramik yang secara rutin mendatangkan ahli-ahli desain dari ITB, guna memberikan bimbingan. Menurut informasi dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Purwakarta, dari ratusan perajin keramik hanya 40 perajin yang masuk menjadi anggota koperasi dengan nama “Sanggar Sentra Keramik”. Koperasi ini secara kontinyu mendapatkan order dari pusat perbelanjaan Sogo dan beberapa buyer dari luar negeri.
http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/usaha/2004/0717/ukm1.html
NIKMATNYA SATE MARANGGI CIBUNGUR

Namun, ada satu warung
makan di sana yang menyajikan Sate Maranggi dengan rasa yang khas dan
tampaknya warung tersebut memang tak pernah sepi, apalagi di musim
liburan seperti ini. Pemiliknya, tidak ingin mengatakan tempat usahanya
sebagai “restoran”, padahal warung makan miliknya terbilang cukup besar
karena bisa menampung lebih dari 200 orang.
“Ini mah cuma warung
bukan restoran, tempat duduknya aja kayak gini,” kata Yeti, pemilik
Warung Makan Sate Maranggi Cibungur, sambil menunjuk tempat duduk
persegi kayu di warungnya, ketika ditemui Kompas.com, Kamis
(31/12/2009).
Terletak di sekitar
pepohonan yang rimbun, warung makan tersebut menawarkan suasana desa,
“dan kita seperti dibawa kembali lagi ke kampung,” demikian tutur Yeti.
Tempatnya pun mudah
dijangkau. Kalau dari arah Jakarta, Anda yang mengendarai mobil, bisa
keluar Tol Cikampek dan menyusuri Jalan Raya Cibungur. Kira-kira dapat
ditempuh sepuluh menit dari pintu keluar tol. Atau, jika Anda
mengendarai sepeda motor, juga bisa menjangkau tempatnya dengan mudah,
letaknya ada di sebelah kiri jalan.
Lokasi parkirnya sangat
memadai, jadi jangan takut tidak dapat tempat parkir. Warung makan
tersebut memang tidak semewah restoran yang berseliweran di Jakarta,
tapi entah mengapa pengunjungnya luar biasa banyak.
Berdasarkan pantauan
Kompas.com, beberapa mobil berplat B terlihat parkir di warung makan
milik Yeti tersebut. Apa sih yang istimewa dari Sate Maranggi?
Sate Maranggi ada yang
terbuat dari daging kambing dan daging sapi. Sate Maranggi lebih nikmat
disantap dengan nasi timbel. Menurut Yeti, keunggulan Sate Maranggi
adalah dikeempukan daging satenya.
“Kalo kata orang
dagingnya empuk, bau kambingnya enggak kerasa, sama sambelnya juga,”
jelas wanita yang sudah 20 tahun berdagang Sate Maranggi ini.
Untuk setiap porsinya
yang terdiri dari sepuluh tusuk sate, kita hanya perlu membayar Rp
15.000,- dan nikmatnya sate yang gurih ditambah sambal cabai rawit dan
tomat bisa kita dapatkan.
“Bumbu serba ada” juga
menjadi alasan mengapa Sate Maranggi selalu menarik bagi pengunjung
warung makan tersebut. “Bumbunya serba ada, kita pake semua bumbu, ada
ketumbar, bawang merah, jahe, lengkuas,” tutur Yeti.
Setiap harinya, Warung
Makan Sate Maranggi milik Yeti, buka pukul 08.00 sampai pukul 18.00.
“Tapi kalau hari libur begini kita tutup jam 8 malam,” lanjut dia.
Warung makan yang sudah
sangat dikenal oleh berbagai kalangan masyarakat tersebut, mampu
menghabiskan 50 Kilogram daging kambing dan sapi setiap harinya. Bahkan,
jika sedang ramai pengunjung, kebutuhan daging bisa empat kali lipat
dari kebutuhan normal. “Kalau hari libur bisa 100 sampe 200 kilo,” ucap
dia.
Soal rasa dan pelayanan,
jadi hal yang diutamakan Yeti. Menurut dia, bersikap ramah kepada
pengunjung adalah kunci sukses keberhasilan usahanya. Yeti juga
menuturkan, bahwa ia tidak mempunyai niatan untuk membuka cabang di
tempat lain.
“Enggak ada cabang, biar
satu aja, yang dicari orang cuma satu. Soalnya kan kalo lain koki bisa
lain masakannya,” ujar wanita yang mengaku tidak ingin muluk-muluk dalam
menetapkan target ini.
Selain Sate Maranggi, warung makan tersebut juga menyajikan Ikan Gurame Bakar, Ayam Bakar, Es Kelapa, dan hidangan lainnya.
SUMBER :
KUJANG
Masyarakat Jawa Barat yang mayoritas
beretnis Sunda memiliki lambang daerah berupa gambar yang di tengahnya
menampilkan senjata tradisional yang disebut kujang. Kujang adalah
senjata tradisional berupa senjata tajam yang bentuknya menyerupai
keris, parang, dengan bentuk unik berupa tonjolan pada bagian
pangkalnya, bergerigi pada salah satu sisi di bagian tengahnya dan
bentuk lengkungan pada bagian ujungnya. Bagi masyarakat Sunda, kujang
lebih umum dibandingkan dengan keris.
Kujang tidak hanya dipakai untuk lambang daerah tapi juga dipakai untuk nama perusahaan (Pupuk Kujang, Semen Kujang), nama kampung (Parungkujang, Cikujang, Kujangsari, Parakankujang), nama batalion (Batalyon Kujang pada Kodam III/Siliwangi), nama tugu peringatan (Tugu Kujang di Bogor, Tugu Kujang Bale Endah), dan lain-lain.Popularitas kujang bagi masyarakat etnis Sunda sudah tidak disangsikan lagi. Akan tetapi, ironisnya, eksistensi kujang baik sebagai perkakas maupun sebagai pusaka mulai sirna. Kujang kini hanya berada di museum-museum dengan jumlah yang relatif sedikit dan dimiliki oleh para sesepuh atau budayawan yang masih mencintai kujang sebagai pusaka leluhurnya.Pada masyarakat etnis Sunda ada kelompok yang masih akrab dengan kujang dalam pranata kehidupan sehari-hari, yaitu masyarakat Sunda “Pancer Pangawinan” yang tersebar di Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak, Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor, di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi, dan masyarakat Sunda Wiwitan Urang Kanekes (Baduy) di Kabupaten Lebak.Kujang (Kujang Pamangkas) dalam lingkungan budaya mereka masih digunakan untuk upacara nyacar (menebang pohon untuk lahan huma) setahun sekali. Sebagai patokan pelaksanaan nyacar tersirat dalam ungkapan unggah kidang turun kujang yang artinya jika bintang kidang (orion) muncul di ufuk timur waktu subuh, pertanda waktu nyacar telah tiba dan kujang digunakan sebagai pembuka kegiatan perladangan.Bukti keberadaan kujang diperoleh dari naskah kuno di antaranya Serat Manik Maya dengan istilah kudi, Sanghyang Siksakandang Karesian dengan istilah kujang, dan dari berita pantun Pajajaran Tengah (Pantun Bogor).
Kujang tidak hanya dipakai untuk lambang daerah tapi juga dipakai untuk nama perusahaan (Pupuk Kujang, Semen Kujang), nama kampung (Parungkujang, Cikujang, Kujangsari, Parakankujang), nama batalion (Batalyon Kujang pada Kodam III/Siliwangi), nama tugu peringatan (Tugu Kujang di Bogor, Tugu Kujang Bale Endah), dan lain-lain.Popularitas kujang bagi masyarakat etnis Sunda sudah tidak disangsikan lagi. Akan tetapi, ironisnya, eksistensi kujang baik sebagai perkakas maupun sebagai pusaka mulai sirna. Kujang kini hanya berada di museum-museum dengan jumlah yang relatif sedikit dan dimiliki oleh para sesepuh atau budayawan yang masih mencintai kujang sebagai pusaka leluhurnya.Pada masyarakat etnis Sunda ada kelompok yang masih akrab dengan kujang dalam pranata kehidupan sehari-hari, yaitu masyarakat Sunda “Pancer Pangawinan” yang tersebar di Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak, Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor, di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi, dan masyarakat Sunda Wiwitan Urang Kanekes (Baduy) di Kabupaten Lebak.Kujang (Kujang Pamangkas) dalam lingkungan budaya mereka masih digunakan untuk upacara nyacar (menebang pohon untuk lahan huma) setahun sekali. Sebagai patokan pelaksanaan nyacar tersirat dalam ungkapan unggah kidang turun kujang yang artinya jika bintang kidang (orion) muncul di ufuk timur waktu subuh, pertanda waktu nyacar telah tiba dan kujang digunakan sebagai pembuka kegiatan perladangan.Bukti keberadaan kujang diperoleh dari naskah kuno di antaranya Serat Manik Maya dengan istilah kudi, Sanghyang Siksakandang Karesian dengan istilah kujang, dan dari berita pantun Pajajaran Tengah (Pantun Bogor).
Kujang adalah pusaka tradisi Sunda,
sejarah yang menceritakan awal keberadaannya masih belum terungkap.
Kalau saja Kerajaan Salakanagara yang merupakan kerajaan tertua di Jawa
sebagai cikal bakal lahirnya kujang, diyakini keberadaan kujang sudah
sangat tua. Alasan tersebut diperkuat bahwa apabila kujang yang
diperkirakan sebagai alat perladangan atau pertanian maka Kerajaan
Tarumanegara pada abad IV sudah mampu menata sistem pertanian secara
baik dengan dibangunnya sistem irigasi untuk perladangan dan pertanian,
mungkin kujang sudah hadir dalam konteks perkakas perladangan atau
perkakas pertanian dalam pranata sosial budaya masyarakat pada saat itu.
Kujang diakui keberadaannya sebagai senjata khas masyarakat etnis
Sunda. Kujang merupakan warisan budaya Sunda pramodern.Kujang merupakan
senjata, ajimat, perkakas, atau benda multifungsi lainnya yang memiliki
berbagai ragam bentuk yang menarik secara visual. Kujang dengan
keragaman bentuk gaya dengan variasi-variasi struktur papatuk, waruga,
mata, siih, pamor, dan sebagainya sangat artistik dan menarik untuk
dicermati karena struktur bentuk tersebut belum tentu ada dalam senjata
lainnya di nusantara. Kujang sebagai senjata yang memiliki keunggulan
visual tadi sekaligus mengundang pertanyaan apakah dalam struktur
estetik kujang tadi memiliki makna dan simbol? Berbagai pendapat dari
berbagai tokoh masyarakat mengarah ke sana.Kujang koleksi
SumedangSejarah kerajaan yang tumbuh di Sumedang pada masa lalu erat
kaitannya dengan Kerajaan Pajajaran. Koleksi kujang Pajajaran yang
dimiliki Museum Prabu Geusan Ulun relatif banyak bahkan mungkin paling
banyak jika dibandingkan dengan museum-museum yang ada di Jawa Barat
atau Indonesia sekalipun. Kujang-kujang tersebut beragam varian Kujang
Ciung, beragam varian Kujang Naga, Kujang Kuntul, Kujang Pamangkas,
Kujang Wayang, dan sebagainya.Kujang-kujang yang tersimpan cukup
terpelihara dengan baik di mana fisik waruga, pamor, siih, dan mata
kujang masih banyak yang utuh. Bahkan, persepsi dari kebanyakan
masyarakat bahwa semua kujang berlubang terbantahkan dengan masih adanya
beberapa koleksi kujang di museum ini yang masih memiliki penutup
lobang atau penutup mata. Mungkin hilangnya penutup lobang karena
penutup lobang terbuat dari bahan-bahan yang bernilai seperti
logam-logam mulia, permata, dan sejenisnya. Hilangnya pun mungkin
diambil atau jatuh akibat dari ceruk lubangnya yang korosif.Kujang
merupakan produk budaya masyarakat peladang. Penamaannya cenderung pada
makhluk-makhluk yang banyak hidup di daerah ladang seperti Kujang Ciung
dari burung Ciung, Kujang Naga dari ular, Kujang Bangkong dari kodok,
Kujang Kuntul dari burung kuntul. Bahkan, Kujang Wayang diperkirakan
sebagai simbol untuk kesuburan.Tokoh wanita pada kujang wayang
mengingatkan pada simbol-simbol kesuburan, misalnya patung purba Venus
Willendorf di Eropa yang berbentuk manusia berperawakan subur sebagai
simbolisasi kesuburan. Tokoh Dewi Sri dikenal sebagai dewi kesuburan.
Mencermati secara fisik Kujang Wayang ini pun yang tidak memiliki sisi
tajam di bagian tonggong dan beuteung yang mungkin sangat berbeda dengan
kujang lainnya (kujang dua pangadekna/kujang memiliki dua sisi yang
tajam) diperkirakan untuk kepentingan upacara yang erat kaitannya dengan
kepentingan kesuburan.
Kujang yang dikenal oleh masyarakat kita
pada umumnya adalah Kujang Ciung. Pada lambang daerah, pada lambang
perusahaan pupuk dan semen, pada lambang batalion, pada tugu-tugu dan
lain-lain tampak jelas mengindikasi pada bentuk Kujang Ciung. Padahal,
kujang memiliki beragam bentuk dan nama yang menyesuaikan bentuk
tersebut. Beragam bentuk dan nama diperkirakan memiliki simbol yang
dipakai dalam tatanan masa keemasan kujang yaitu masa kerajaan Sunda
Pajajaran.Istilah kujang sendiri memiliki banyak penafsiran, salah
satunya ada yang mengatakan bahwa kujang berasal dari kata kudi dan
hyang yaitu kudi yang dianggap disucikan. Hal tersebut mengacu pada
perkembangan senjata kudi yang banyak ditemukan di daerah Pulau Jawa dan
Madura. (Suryadi Maskat, S.Pd., M.Sn., dosen Pendidikan Seni Rupa FPBS
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung)***
SUMBER :
Langganan:
Postingan (Atom)