Translate

KERAJINAN KERAMIK PLERED HADAPI KENDALA MANAJEMEN

Jika ke Bandung atau sebaliknya ke Jakarta melewati Cikampek, mampirlah ke Plered, Purwakarta, Jawa Barat Di sini banyak dijumpai keramik yang unik dan pantas untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Bentuknya beraneka ragam dan relatif murah.

Di sepanjang jalan tampak berjejer pajangan keramik yang menarik perhatian. Berbagai bentuk gerabah, mulai dari perabotan rumah tangga hingga mainan anak-anak bisa menjadi suvenir yang menarik. Keramik Plered, begitulah orang menyebutnya. Padahal, pengertiannya sebetulnya adalah gerabah. Perbedaan gerabah dengan keramik adalah dari bahan yang dipakai dan hasil akhir.
Keramik memerlukan bahan campuran selain tanah merah dan memerlukan teknik pembakaran tinggi. Sedang gerabah adalah tanah merah yang dibakar dengan teknik pembakaran ala membuat bata atau genteng merah yang sederhana. Sifat materinya mudah pecah dan menyerap air (pourus).
Sementara, keramik keras dan tidak menyerap air.
Sentra industri keramik Plered berada di wilayah selatan Kabupaten Purwakarta. Plered merupakan satu kecamatan yang memiliki luas wilayah 36,79 km persegi dengan jumlah penduduk 54,337 jiwa. Sentra industri kecil ini terletak di Desa Anjun, Citeko, dan Desa Pamoyanan.
Kiat apa yang membuat mereka ini masih bisa bertahan di tengah situasi seperti ini? Dari sejumlah perajin yang sempat ditemui beberapa waktu lalu, terungkap mereka bisa bertahan karena tak memiliki ketergantungan pada bahan baku impor. Selain itu, karena minat masyarakat terhadap komoditas keramik masih tetap besar.
Keramik yang terbuat tanah liat ini dapat dibentuk beraneka ragam. Ada yang berbentuk celengan, perkakas dapur maupun aksesori untuk rumah dan lainnya. Guci-guci mirip buatan Cina banyak dijumpai di Plered. Peminatnya pun datang dari berbagai lapisan masyarakat, mulai kelas bawah hingga orang kelas menengah atas.
Sementara itu, Bupati Purwakarta, Lily Hambali Hasan dalam penjelasannya sebelum melantik pengurus Dekranasda Purwakarta, kepada pers beberapa waktu lalu, menjelaskan jumlah industri kecil yang ada di daerahnya saat ini mencapai 3.218 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 28.524 orang dan nilai investasinya mencapai Rp 17,8 miliar.
Menurut Lily, salah satu sentra industri unggulan di daerahnya adalah di Kecamatan Plered. Di sinilah kerajinan keramik mampu menyerap tenaga kerja yang banyak dan produk-produknya telah diekspor ke beberapa negara. Antara lain Korea, Jepang, Singapura, Italia, Amerika, dan Australia.
Turun Temurun
Pembuatan keramik Plered memang sudah berlangsung turun temurun dan diperkirakan dimulai sejak tahun 1904. Awalnya, masyarakat sekitar membuat keramik dari tanah liat merah dan termasuk gerabah ini untuk memenuhi perkakas rumah tangga. Tapi, pada perkembangannya kerajinan tersebut mampu menjadi sumber pendapatan tersendiri bagi masyarakat sekitar.
Keterampilan membuat keramik tak jelimet. Kecuali untuk membuat keramik kualitas tinggi, memang diperlukan keahlian dalam bidang seni. Tapi kebanyakan perajin keramik di Plered, belajar mengenai seni keramik berdasarkan pengalaman saja dan tidak melalui jenjang pendidikan formal. Namun, hasil produksi kerajinan keramik Plered telah diterima pasar mancanegara. ”Banyak keramik dari kami yang dibeli turis asing atau dijual ke luar negeri,” ungkap H. Sarpin, salah seorang perajin.
Setelah semakin berkembangnya teknologi dan informasi terjadi perubahan kebiasaan para perajin. Dulu umumnya perajin membuat keramik dari bahan baku tanah liat biasa. Sekarang, sebagian perajin yang memakai bahan baku tanah liat warna putih. Menurut mereka, ada kelebihan dan kekurangannya memakai bahan tanah liat putih yang telah dicampur dengan kaolin, pospat, dan kuarsa.
Menurut Mulyana, perajin lainnya, bahan baku tanah liat warna putih itu tidak terdapat di Purwakarta, tapi didatangkan dari Sukabumi. Keuntungannya, bahan dapat dicorkan ke dalam cetakan dengan motif beragam. Sedangkan bahan tanah liat biasa tidak bisa dicorkan ke dalam suatu cetakan. Hanya bisa diputar (dileler) untuk dibentuk suatu model.
Dari perbincangan, para perajin berharap via pemerintah daerah membantu mengatasi lemahnya manajemen para perajin keramik di Plered. Selain itu, masalah permodalan juga menjadi kendala untuk mengembangkan usahanya. Namun, masalah permodalan tidak terlalu menjadi hambatan karena umumnya para pembeli yang memesan partai besar, selalu memberikan modal awal kepada para perajin.
Di Plered, para perajinnya terbagi dua, yaitu yang berorientasi ekspor dan domestik. Namun, karena terjadi penurunan order dari luar, perajin yang berorientasi ekspor mulai merambah ke pasaran domestik sehingga semakin ketat persaingan di antara mereka.
Upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah dalam membantu para perajin keramik, telah dilakukan dengan berbagai cara. Maklum Plered sudah menjadi aset daerah dan tujuan wisata.
Dalam menciptakan berbagai motif atau model baru, Pemda Purwakarta melalui Deperindag telah membuat pusat penelitian dan pengembangan (Litbang) Keramik yang secara rutin mendatangkan ahli-ahli desain dari ITB, guna memberikan bimbingan. Menurut informasi dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Purwakarta, dari ratusan perajin keramik hanya 40 perajin yang masuk menjadi anggota koperasi dengan nama “Sanggar Sentra Keramik”. Koperasi ini secara kontinyu mendapatkan order dari pusat perbelanjaan Sogo dan beberapa buyer dari luar negeri.
SUMBER :
http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/usaha/2004/0717/ukm1.html