Seni Ulin Kobongan
Kobong adalah nama lain dari istilah pesantren. Sebagai daerah berpenduduk mayoritas Islam, hampir di seluruh pelosok Kabupaten Purwakarta terdapat pesantren. Selian itu salah satu warisan seni budaya diantaranya seni Ibing Pencak Silat masih berkembang sampai saat ini. Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta sebagai salah satu desa yang cukup potensial dalam pengembangan seni budaya, mencoba membuat kemasan yang bersifat konservasi melalui kolaborasi seni ibing pencaksilat dengan seni bernuansa Islami.
Kobong adalah nama lain dari istilah pesantren. Sebagai daerah berpenduduk mayoritas Islam, hampir di seluruh pelosok Kabupaten Purwakarta terdapat pesantren. Selian itu salah satu warisan seni budaya diantaranya seni Ibing Pencak Silat masih berkembang sampai saat ini. Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta sebagai salah satu desa yang cukup potensial dalam pengembangan seni budaya, mencoba membuat kemasan yang bersifat konservasi melalui kolaborasi seni ibing pencaksilat dengan seni bernuansa Islami.
Hampir di semua daerah di Jawa Barat seni
terebang selalu ada pesantren, malahan daerah tertentu selain seni
terebang ada juga yang disebut Rudat. Seperti halnya di Desa Sawah Kulon
kolaborasi seni ibing Pencak Silat dipadu dengan seni terabang,
terciptalah suatu kreasi baru dinamakan Seni Ulin Kobongan. Disebut seni
ulin kobongan karena lebih dominan mengangkat akar-akar seni yang
bernuansa Islami yang berkembang di setiap pesantren.
Hingga saat ini Seni Ulin Kobongan secara
visual menyajikan gerak-gerak jurus pencaksilat yang distilasikan
menjadi suatu tarian diiringi dengan iringan seni terebang dengan
membawakan lagu-lagu- Nadoman ( pupujian ). Secara simbolis makna dari
Seni Ulin Kobongan ini mencerminkan pembinaan sumber daya manusia
melalui unsur-unsur Maenpo ( bela diri pencak silat ), Maos ( membaca
kitab suci Al-Quran ) serta Mamaos (seni suara). Unsur-unsur tersebut
terpadu dalam satu kemasan Seni Ulin Kobongan. Peralatan yang digunakan
yaitu terbang, bedug, kendang. Dan untuk pemainnya untuk terbang 5
orang, Bedug 1 orang, Kendang 1 orang, Vokalis 5 orang, dan Penari
berjumlah 8 orang.
Seni Domyak
Buncis merupakan salah satu bentuk
kesenian yang berkembang di beberapa daerah Jawa Barat, diantaranya di
Desa Pasir angin Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta. Seni buncis
merupakan sebuah acara ritual permihonan hujan. Pada masa ini
masyarakat setempat memiliki suatu kepercayaan unutk memohon turun hujan
melalui acara kariaan. Acara ini dimulai dengan arak-arakan menuju
sumber mata air. Agar suasana arak-arakan tersebut labih berkesan,
mereka mengiringinya dengan tetabuhan alat-alat musik yang ada
diantaranya angklung, dogdog, bedug, ketuk, kecrek, dan lain-lain.
Penamaan Buncis yang berkembang di
Purwakarta memiliki makna yang sangat sederhana. Karena lagu atau
gending yang dominan adalah lagu Buncis maka secara perlahan kesenian
tersebut dinamai Seni Buncis atau Buncis arak-arakan. Dominannya pola
tabuh bedug dan kenong pada setiap heleran memunculkan istilah atau nama
baru bagi kesenian buncis ini, seperti bunyi bedug Dur dan bunyi kenong
Nong maka ada djuga yang menamakn kesenian ini adalah seni Dur Ong. Di
derah Darangdan selatan, seni buncis atau Dur Ong ini disebut Seni
Domyak yang artinya singkatan Bodor yang diiringi musik dan Ngarampayak.
Alat yang digunakan pada seni Domyak ini
diantaranya : Angklung (15 buah), Dogdog (2 Set), Kendang (2 Set),
Kecrek (1 Set), Ketuk (1 Set), Terompet (1 Set), Bedug (1 Set), dan
Goong (1 Set). Serta untuk jumlah pemain Domyak berjumlah sekitar 37
Orang.
http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/113