Namun, ada satu warung
makan di sana yang menyajikan Sate Maranggi dengan rasa yang khas dan
tampaknya warung tersebut memang tak pernah sepi, apalagi di musim
liburan seperti ini. Pemiliknya, tidak ingin mengatakan tempat usahanya
sebagai “restoran”, padahal warung makan miliknya terbilang cukup besar
karena bisa menampung lebih dari 200 orang.
“Ini mah cuma warung
bukan restoran, tempat duduknya aja kayak gini,” kata Yeti, pemilik
Warung Makan Sate Maranggi Cibungur, sambil menunjuk tempat duduk
persegi kayu di warungnya, ketika ditemui Kompas.com, Kamis
(31/12/2009).
Terletak di sekitar
pepohonan yang rimbun, warung makan tersebut menawarkan suasana desa,
“dan kita seperti dibawa kembali lagi ke kampung,” demikian tutur Yeti.
Tempatnya pun mudah
dijangkau. Kalau dari arah Jakarta, Anda yang mengendarai mobil, bisa
keluar Tol Cikampek dan menyusuri Jalan Raya Cibungur. Kira-kira dapat
ditempuh sepuluh menit dari pintu keluar tol. Atau, jika Anda
mengendarai sepeda motor, juga bisa menjangkau tempatnya dengan mudah,
letaknya ada di sebelah kiri jalan.
Lokasi parkirnya sangat
memadai, jadi jangan takut tidak dapat tempat parkir. Warung makan
tersebut memang tidak semewah restoran yang berseliweran di Jakarta,
tapi entah mengapa pengunjungnya luar biasa banyak.
Berdasarkan pantauan
Kompas.com, beberapa mobil berplat B terlihat parkir di warung makan
milik Yeti tersebut. Apa sih yang istimewa dari Sate Maranggi?
Sate Maranggi ada yang
terbuat dari daging kambing dan daging sapi. Sate Maranggi lebih nikmat
disantap dengan nasi timbel. Menurut Yeti, keunggulan Sate Maranggi
adalah dikeempukan daging satenya.
“Kalo kata orang
dagingnya empuk, bau kambingnya enggak kerasa, sama sambelnya juga,”
jelas wanita yang sudah 20 tahun berdagang Sate Maranggi ini.
Untuk setiap porsinya
yang terdiri dari sepuluh tusuk sate, kita hanya perlu membayar Rp
15.000,- dan nikmatnya sate yang gurih ditambah sambal cabai rawit dan
tomat bisa kita dapatkan.
“Bumbu serba ada” juga
menjadi alasan mengapa Sate Maranggi selalu menarik bagi pengunjung
warung makan tersebut. “Bumbunya serba ada, kita pake semua bumbu, ada
ketumbar, bawang merah, jahe, lengkuas,” tutur Yeti.
Setiap harinya, Warung
Makan Sate Maranggi milik Yeti, buka pukul 08.00 sampai pukul 18.00.
“Tapi kalau hari libur begini kita tutup jam 8 malam,” lanjut dia.
Warung makan yang sudah
sangat dikenal oleh berbagai kalangan masyarakat tersebut, mampu
menghabiskan 50 Kilogram daging kambing dan sapi setiap harinya. Bahkan,
jika sedang ramai pengunjung, kebutuhan daging bisa empat kali lipat
dari kebutuhan normal. “Kalau hari libur bisa 100 sampe 200 kilo,” ucap
dia.
Soal rasa dan pelayanan,
jadi hal yang diutamakan Yeti. Menurut dia, bersikap ramah kepada
pengunjung adalah kunci sukses keberhasilan usahanya. Yeti juga
menuturkan, bahwa ia tidak mempunyai niatan untuk membuka cabang di
tempat lain.
“Enggak ada cabang, biar
satu aja, yang dicari orang cuma satu. Soalnya kan kalo lain koki bisa
lain masakannya,” ujar wanita yang mengaku tidak ingin muluk-muluk dalam
menetapkan target ini.
Selain Sate Maranggi, warung makan tersebut juga menyajikan Ikan Gurame Bakar, Ayam Bakar, Es Kelapa, dan hidangan lainnya.
SUMBER :